Kamis, 26 Juni 2014

Fitra: Audit BPK di Jakarta Menurun karena Jokowi Banyak Pencitraan

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai, menurunnya predikat pengelolaan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk Provinsi DKI Jakarta merupakan bukti bahwa Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo lebih mementingkan pencitraan daripada bekerja.
Tak hanya itu, Uchok juga menganggap hasil tersebut membuktikan bahwa era kepemimpinan Jokowi tak lebih baik ketimbang era gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo.
"Yang jelas publik Jakarta kecewa. Ternyata era pemerintahan Jokowi lebih banyak pencitraan dibandingkan kerjanya. Good governance yang dikumandangkan selama ini ternyata tidak berjalan dengan baik," ujar Uchok, Senin (23/6/2014).
Tak hanya itu, Uchok juga mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera membawa hasil temuan indikasi kerugian pengelolaan anggaran kepada aparat penegak hukum. Uchok menilai, adanya pengeluaran tanpa ada bukti yang lengkap merupakan tindakan yang wajib dibawa ke ranah hukum.
"Untuk membuktikannya, BPK harus segera membawa hasil temuan tersebut ke aparat hukum supaya ditindaklanjuti. Karena ini kan sudah masuk dugaan tindakan korupsi," jelasnya.
Seperti diberitakan, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2013, yang artinya menurun dibanding Laporan Keuangan 2012, yang pada saat itu Pemprov DKI memperoleh nilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Tak hanya itu, BPK juga menemukan indikasi kerugian daerah yang mencapai Rp 85,36 miliar, temuan potensi kerugian daerah senilai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 95,01 miliar, dan temuan ekonomi, efisien, efektif (3E) senilai Rp 23,13 miliar.
Laporan Keuangan APBD 2013 terindikasi menunjukkan kerugian senilai Rp 59,23 miliar, antara lain tercermin pada belanja operasional pendidikan, kegiatan penataan jalan kampung, dan biaya pengendalian teknis kegiatan.
Indikasi kerugian daerah itu muncul karena realisasi belanja tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap, seperti nota dan kuitansi yang dilengkapi identitas perusahaan.
LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

Anggota DPRD DKI Tuding Jokowi Bohongi Publik soal Monorel

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta nonaktif Joko Widodo dituding telah melakukan pembohongan publik karena memutuskan melakukan groundbreaking proyek monorel saat segala persoalan administrasi terkait proyek tersebut belum beres. 

Tudingan itu dilontarkan oleh anggota DPRD DKI, Mohammad Sanusi, dalam acara diskusi publik Jakarta Monarail, Jadi Enggak Sih? yang berlangsung di Jakarta, Rabu (25/6/2014).

Menurut Sanusi, seharusnya groundbreaking suatu proyek baru dilakukan saat persoalan administrasi jelas. "Pada saatgroundbreaking, Pak Jokowi bilang, 'Pada saat inilah argonya jalan'. Di-publish di media. Sementara itu, sekarang kita baru tahu kalau perjanjian kerja samanya belum ada. Harusnya ketika mau jalan itu diselesaikan dulu persoalan administrasinya," kata Sanusi.

Sanusi juga menilai kalau keputusan Jokowi itu pula yang membuat menimbulkan polemik proyek monorel di tengah masyarakat. Karena saat ini, kata dia, masyarakat sudah telanjur menganggap proyek monorel terbengkalai untuk kali kedua. 

"Kenapa di-groundbreaking pada saat semua belum selesai. Ini yang menghangatkan masyarakat. Kenapa terhambat lagi. Coba tidak di-groundbreaking, tidak bakal ada persoalan seperti ini. Jadi, jelas, groundbreaking ini kan pembohongan publik pada saat warga Jakarta sangat berharap ada transportasi massal," papar Sanusi.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Jakarta Monorail (JM) Jhon Aryananda mengugkapkan bahwa keputusan untuk melakukan groundbreaking diambil karena ada instruksi dari Pemprov DKI. 

"Yang melakukan groundbreaking kan Pemprov. Kok malah kita yang disalahkan terus. Kita tak punya kewenangangroundbreaking tanpa izin," imbuh Jhon.

Groundbreaking proyek monorel dilakukan pada Oktober 2013. Namun, setelah itu proyek pembangunannya tidak lagi berjalan. Penyebabnya adalah belum adanya perjanjian kerja sama antara PT JM dan Pemprov DKI akibat PT JM belum sanggup memenuhi beberapa syarat yang diajukan oleh Pemprov DKI.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :


http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

BPK Temukan Potensi Kerugian DKI Rp 1,54 Triliun

TEMPO.COJakarta - Di hari jadinya ke-487, Jakarta mendapat kado pahit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Temuan BPK atas APBD DKI Jakarta 2013 menunjukkan ada 86 proyek yang ganjil sehingga berpotensi merugikan daerah dengan nilai total Rp 1,54 triliun.

Anggota V BPK Agung Firman Sampurna mengatakan temuan itu terdiri atas temuan berindikasi kerugian daerah Rp 85,36 miliar, potensi kerugian daerah Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp 95,01 miliar, dan 3E (tidak efektif, efisien, dan ekonomis) alias pemborosan Rp 23,13 miliar.

"Arah kebijakan pemeriksaannya berfokus ke dana belanja bantuan sosial, belanja jasa, dan modal," kata Agung dalam konferensi pers di gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat, 20 Juni 2014.

Temuan-temuan yang mencolok pada era Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama itu terdapat di Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan, dan Dinas Perhubungan.

Temuan di Dinas Pendidikan meliputi penyaluran Kartu Jakarta Pintar (KJP) ganda kepada 9.006 penerima senilai Rp 13,34 miliar. Selain itu, hasil audit dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di sampel sebelas sekolah negeri menunjukkan indikasi kerugian Rp 8,29 miliar. Padahal, total anggaran BOP untuk sekolah negeri mencapai Rp 1,57 triliun. 

BOP untuk sekolah swasta juga terindikasi merugikan daerah Rp 2,19 miliar karena ada manipulasi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan ada sekolah yang mendapat BOP walaupun tidak meminta bantuan dana.

Program pengadaan bus Transjakarta dan bus sedang di Dinas Perhubungan dinilai tidak sepenuhnya sesuai ketentuan dan diragukan kewajaran harganya senilai Rp 118,40 miliar dan Rp 43,87 miliar.

Selain itu, ada pula keganjilan di Dinas Pekerjaan Umum karena adanya pencairan uang persediaan pada akhir 2013 sebesar Rp 110,04 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 104,62 miliar ditransfer ke rekening kepala seksi kecamatan, suku dinas, dan kepala bidang pemeliharaan jalan. 

"Dari hasil uji lapangan, ditemukan belanja yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban Rp 2,24 miliar," kata Firman. Ada pula indikasi kerugian Rp 4,49 miliar akibat proyek pembangunan jalan kampung yang volumenya kurang dan tidak sesuai spesifikasi teknis.

Program Kampung Deret juga dinilai tak optimal karena tidak mencapai target. Dari anggaran Rp 214 miliar, hanya terealisasi Rp 199 miliar hingga 30 Mei 2014 atau 93,12 persen dari target. Selain itu, banyak juga rumah deret yang berdiri di atas tanah negara, di lokasi drainase, dan garis sepadan sungai. 

Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofian mengaku tidak menyangka rapor keuangan DKI Jakarta bakal merosot pada tahun ini. "Saya juga kaget," ujar Ferrial seusai rapat paripurna luar biasa dengan agenda mendengarkan hasil pemeriksaan oleh BPK. "Ini kado pahit untuk ulang tahun Jakarta," ujar dia.

ANGGRITA DESYANI 

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :


http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

Laporan BPK Jeblok, Jokowi Harus Tanggungjawab

JAKARTA - Menurunnya peringkat laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta yang diaudit BPK tak lepas dari banyaknya anggaran yang tidak terserap. Kendati bukan termasuk perkara hukum, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo harus bertanggung jawab dalam masalah ini. 

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Ferrial Sofyan menganggap laporan keuangan BPK RI yang menyebabkan penurunan peringkat sebagai cambuk bagi Pemprov DKI. 

"Tentu akan sangat kita cermati, ini kan karena mendekati Pilpres jadi ini pembicaraan hangat akan tetapi tentu tanggung jawab harus ada pada komandannya yaitu Gubernur tetapi kan ini ada indikasi bukan kriminalisasi," katanya saat ditemui wartawan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2014).

Ferrial menyatakan bahwa ada fokus diri terhadap Pemprov DKI dalam penilaian dari BPK RI. 

"Tata kelola keuangan dan pemerintahan perlu dibereskan dan saya ini harus jadi perhatian Pak Ahok. Saya kira harus dibereskan. Saya rasa kami tidak ingin Jakarta menjadi pemerintahan daerah yang enggak bagus," tukasnya.

Terkait adanya kinerja Joko Widodo dalam penurunan peringkat Pemprov DKI, Anggota Fraksi Partai Demokrat ini enggan untuk berkomentar banyak. "Duh saya kan demokrat jadi netral," ujarnya.


(ysw)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :


http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

BPK: Penataan Kampung Kumuh Jokowi Serobot Lahan Negara

JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu program unggulan Pemprov DKI di bawah pemerintahan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama ialah pelaksanaan penataan kampung melalui perbaikan rumah kumuh. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI menilai pelaksanaan dari program itu tidak berjalan dengan baik.
Berdasarkan audit laporan keuangan (LK) DKI tahun anggaran 2013, terdapat ribuan rumah yang masuk program perbaikan yang lokasinya ternyata melanggar tata ruang.
"Program penataan kampung kumuh oleh Pemprov DKI tidak optimal," kata anggota V BPK RI, Agung Firman Sampurna, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (20/6/2014).
Pertama, ada 90 rumah penerima bantuan penataan kampung berdiri di atas lahan dengan peruntukan marga drainase tata air dan jalan. Sebanyak 1.152 rumah terindikasi berdiri di atas tanah negara dan ada enam rumah yang berdiri pada garis sepadan sungai.
Dari anggaran penataan kampung kumuh senilai Rp 214 miliar dalam APBD 2013, yang terealisasi itu hanya sebanyak Rp 75 miliar pada tahun 2013. Bahkan, hingga 30 Mei 2014, realisasi anggaran belum mencapai target.
"Realisasi hanya Rp 199 miliar atau 93,12 persen dari target awal," kata Agung.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan adanya jalan lingkungan dengan lebar kurang dari 3 meter yang dipersyaratkan untuk penataan kampung kumuh serta penerangan jalan umum belum menyala.
"Ternyata, Pemprov DKI tidak mengajukan anggaran penyambungan listrik ke PLN di APBD 2013," kata Agung.
LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

Hasil Audit BPK Semakin Tunjukkan Kualitas Kepemimpinan Jokowi

JAKARTA - Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional pasangan Capres dan Cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Idrus Marham menyinggung pernyataan Jusuf Kalla (JK) pada tahun 2012 yang meragukan kompetensi Jokowi sebagai presiden periode 2014-2019.

Tak hanya itu, dalam acara yang dihadiri ratusan ulama, ustad, habib dan kiai itu, Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini juga menyinggung penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap APBD DKI Jakarta Tahun 2013.

"Pak Jusuf Kalla pernah mengatakan, jika Pak Jokowi jadi presiden, maka negeri ini akan hancur," ujar Idrus di acara Dzikir Merah Putih yang digelar Prabowo Hatta Center, di Jalan Suwiryo Nomor 2 Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2014) malam.

Pernyataan JK itu diucapkan sebelum Ketua umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu menjadi cawapres Jokowi di Pilpres 2014. Sekira tiga bulan Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Kalau Allah menghendaki, tidak ada hal apapun yang bisa menghalangi. Keluar audit investigasi BPK. Hasilnya, ternyata berdasarkan laporan BPK, turun kelas pengelolaan keuangan DKI Jakarta."

"Turun satu kelas, menjadi wajar dengan pengecualian. Karena pengelolaan satu tahun lalu, ditemukan banyak penyalahgunaan, sehingga terindikasi ada kerugian negara," ucap Idrus.

Menurut Idrus, pernyataan JK pada tahun 2012 itu diperkuat dengan hasil laporan audit BPK terbaru mengenai pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

(kri)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r