Selasa, 24 Juni 2014

Biarkan Jokowi Kampanye di Monas, Pemprov DKI Dituding Tak Netral

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dituding telah melakukan pembiaran pelanggaran izin penggunaan tempat untuk kampanye sehubungan dengan digunakannya kawasan Monas dan Bundaran HI untuk kampanye calon presiden nomor urut 1, Joko Widodo, Minggu (23/6/2014). Padahal, kedua kawasan tersebut seharusnya steril dari kegiatan politik. 

"Dulu waktu kita pilkada jadi tim sukses Jokowi-Ahok, Bundaran HI dilarang digunakan untuk agenda politik. Kenapa sekarang itu tidak berlaku?" tanya Ketua Sahabat Prabowo, Yudha Permana, Senin (23/6/2014). 

Menurut dia, saat pilkada DKI 2012, kawasan Bundaran HI dan Monas tidak pernah sama sekali digunakan untuk kegiatan politik.

Yudha mengaku belum tahu apakah kebijakan tersebut masih berlaku atau tidak. Namun, dari pengamatannya selama dua pekan terakhir, ia melihat pendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla terlihat leluasa mengunakan Bundaran HI untuk kegiatan politik. 

Ia mengaku telah mempertanyakan hal tersebut ke Pemprov DKI. Namun, hingga kini, belum ada jawaban. Ia berharap jika ada perubahan kebijakan pengunaan Bundaran HI dan Monas untuk kegiatan politik, Pemprov DKI seharusnya melakukan sosialisasi terlebih dahulu. 

"Kalau ada perubahan kebijakan, sosialisasikan dong. Jangan karena gubernurnya nyapres, jadi dia bebas mengunakan Bundaran HI. Fauzi Bowo saat mencalonkan lagi jadi gubernur menaati aturan, kok," ujarnya. 

Saat Minggu kemarin, Jokowi beserta ribuan relawannya mengadakan kegiatan jalan santai dari Monas ke Bundaran HI. Acara juga disertai dengan orasi politik. Satu panggung didirikan di Monas, sedangkan tiga lainnya di Bundaran HI. 

Yudha mencurigai, panggung yang digunakan oleh Jokowi adalah panggung acara Jakarta Night Festival (JNF) yang digunakan pada Sabtu (21/6/2014) malam. 

"Saya juga mempertanyakan apakah panggung itu milik Jokowi atau panggung JNF. Kalau panggung JNF, berarti Jokowi telah mengunakan fasilitas pemerintah," imbuhnya.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp

http://bit.ly/1v1NVqA

Pengamat: Prabowo Seperti Produsen Mobil, Joko Montirnya

VIVAnews - Hingga putaran ketiga, konstelasi penguasaan isu dalam debat capres masih belum berubah. Prabowo masih menunjukkan kelasnya sebagai capres yang menguasai isu makro. Sementara Joko Widodo menguasai isu mikro.

"Kalau diibaratkan mobil, Prabowo ini produsen mobil. Dia punya visi yang jauh tentang industri otomotif. Sementara Jokowi seperti montir, dia tahu detailnya hanya jika mobil rusak," kata pengamat politik UIN Sunan Kalijaga Iswandi Syahputra dalam keterangan persnya, Senin 23 Juni 2014.

Debat capres putaran ketiga yang mengangkat tema "Politik Internasional dan Ketahanan Nasional" sebenarnya cukup menarik. Pada bagian awal, baik Prabowo maupun Joko Widodo cukup seimbang menarik perhatian. Joko bahkan banyak sampaikan agenda ambisius seperti drone, perang cyber, dan perang hybrid.

Namun demikian, Iswandi meragukan gagasan drone, perang cyber, dan perang hybrid itu orisinil gagasan Joko Widodo. Pasalnya, selain teknologinya masih kategori rahasia, biaya yang dibutuhkan juga sangat besar.

"Menurut laporan Darpa Budget Summary Reports sejak tahun 2008 hingga 2014, Amerika habiskan sekitar $766. 839.000 untuk proyek drone tersebut. Beli bus saja dapat yang karatan, bagaimana mau beli drone?"

Memasuki sesi tanya jawab mulai terlihat Joko Widodo tidak begitu mahir menguasai politik internasional. "Jawaban Jokowi soal Laut China Selatan menunjukkan dia tidak menguasai isu politik kontemporer yang berkembang di kawasan ASEAN," bebernya.

Menurut Iswandi, dalam debat capres tersebut Joko sebenarnya cukup cerdik. Joko Widodo ingin masuk pada isu populis seperti pembelian kembali Indosat atau Tank Anoa. Namun isu tersebut justru blunder.

"Jokowi bilang Indosat dijual Megawati karena alasan krisis. Padahal di zaman Habibie dan Gus Dur lebih parah krisisnya, tapi tidak ada aset negara yang dijual." (ita)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp

http://bit.ly/1v1NVqA

Roy Suryo: Penyadapan Marak Pasca-Indosat Dijual

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar telematika yang juga Menpora, Roy Suryo, menilai penyadapan bukan masalah politik saja, tetapi juga soal ekonomi keuangan atau perbankan, sebab penyadapan itu masih terjadi setelah pemerintah menjual saham Indosat ke pihak asing.
"Tapi. saya tidak ingin mengatakan itu zaman siapa presidennya, namun sejak Indosat dijual itulah penyadapan kian marak karena satelit Palapa berada di luar kendali," katanya di Jakarta, Ahad (8/12).
Menurut dia, dirinya sudah mengingatkan mengenai akan bahaya terjadinya penyadapan sejak sepuluh tahun silam saat adanya privatisasi PT Telkom ke pihak asing.
Hal itu bisa dilihat dari dokumen paparannya di Kepolisian RI mengenai aktivitas penyadapan yang terjadi di Indonesia.
Sebelumnya, Roy Suryo ketika memberikan Keynote Speech diskusi bertajuk 'Generasi Muda Bangsa Menyikapi Aksi Penyadapan' yang digelar Indonesia ICT Institute bersama Kemenpora belum lama ini mengatakan perkembangan ICT dan kasus-kasusnya di Indonesia akan naik jika pemerintah kurang jeli memetakan soal arus informasi yang kian terbuka.
"Saya telah menyampaikan ancaman kebocoran informasi. Hal itu sudah saya presentasikan pada Rakernis Telematika Kepolisian RI, sepuluh tahun silam," ujarnya.
Dalam catatannya, percakapan yang sempat bocor kala itu antara Presiden Habibie saat menjabat dengan Jaksa Agung Andi M. Ghalib mengenai pembelian buffer stock minyak dari Singapura.
"Kemudian ada juga bocoran hasil rapat intern Polda Papua di Jayapura 5 Juli 2002 tentang rencana operasi 'Adil Matoa'," kata Roy mengungkapkan.
Roy yang juga petinggi Partai Demokrat ini mengatakan Indosat memiliki infrastruktur telekomunikasi paling lengkap, mulai dari jaringan serat optik, satelit hingga BTS seluler dan FWA.
"Sejak satelit Palapa bukan milik Indonesia, sejak itulah penyadapan dilakukan. Indosat sendiri dilepas oleh Menteri BUMN Laksamana Sukardi pada tahun 2002," katanya.
LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

Sistem Online Pemprov DKI Bikin Kinerja Keuangan Berantakan

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan status wajar dengan pengecualian (WDP) dalam laporan kinerja keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun ini.
Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, menurunnya kinerja keuangan Pemprov DKI disebabkan tingginya nilai Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA).
"Kinerja keuangan Pemprov DKI tidak terlalu bagus karena SILPA DKI yang tinggi mendekati 50 persen. Sehingga secara keuangan, hal itu dinilai buruk," kata Agus kepada wartawan di Jakarta, Minggu (22/6).
Tingginya SILPA DKI Jakarta sendiri dipicu program e-budgeting yang diusung oleh Pemprov DKI Jakarta. Sistem alokasi anggaran secara online itu tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa dan berindikasi merugikan keuangan daerah.
Agus menilai, ada dua hal yang menyebabkan ketidaksesuaian kegiatan sistem informasi dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa di Pemprov DKI. Yakni karena pengawasan yang terlampau ketat atau karena pengawasannya yang terlalu longgar.
"Kalau terlalu ketat, akibatnya SKPD takut nanti dituduh korupsi. Jadi tidak dia kerjakan dan secara finansial itu buruk. Kasus seperti bisa lebih dahsyat, biasa terjadi di pemerintah pusat atau Pemprov. Soal maling, pemda atau pemerintah pusat juaranya," kata Agus.
Ia menambahkan, penerapan sistem informasi online yang diusung Pemprov DKI memang tidak bisa instan. Butuh waktu yang tidak sebentar supaya sistem informasi benar-benar berjalan efektif.
Agus memperkirakan, butuh waktu minimal tiga tahun untuk menyukseskan sistem informasi online di Pemprov DKI Jakarta. Mulai dari sistem informasi e-surat, e-dokumen, e-harga, e-budgeting, sistem belanja hibah dan bansos, e-aset, e-fasos fasum,hingga e-pegawai
"e-Katalog harus dikerjakan dan perlu proses yang lumayan. Perkiraan saya, tiga tahun baru bisa jalan," tandasnya. (dil/jpnn)
LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

Silpa Tinggi Penyebab Finansial Pemprov DKI Buruk

RMOL. Program e-budgeting yang diusung Gubernur DKI Jakarta Jokowi di Pemprov DKI dianggap menimbulkan masalah. Pasalnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya indikasi kerugian daerah karena kegiatan pembuatan sistem informasi tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio pun menilai hasil laporan BPK akan kinerja keuangan Pemprov DKI tidak terlalu bagus karena silpa DKI yang tinggi mendekati 50 persen. Sehingga secara keuangan, hal itu dinilai buruk.

Menurutnya ada dua kemungkinan tidak sesuainya kegiatan sistem informasi dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa sesuai temuan BPK. Bisa dikarenakan pengawasan terlalu ketat, atau pengawasannya yang terlalu longgar.

"Kalau terlalu ketat, akibatnya SKPD takut nanti dituduh korupsi. Jadi tidak dia kerjakan dan secara finansial itu buruk. Kasus seperti bisa lebih dahsyat, biasa terjadi di pemerintah pusat atau Pemprov. Soal maling, Pemda atau pemerintah pusat juaranya," papar Agus kepada wartawan di Jakarta, Minggu (22/6).

Ia juga menjelaskan pembuatan sistem informasi yang diusung Pemprov DKI memang tidak bisa cepat. Menurutnya butuh waktu yang tidak sebentar supaya sistem informasi benar-benar berjalan.

"e-Katalog harus dikerjakan dan perlu proses yang lumayan. Perkiraan saya, tiga tahun baru bisa jalan," imbuhnya.

Seperti diketahui, anggota V BPK RI Agung Firman Sampurna mengungkapkan kegiatan pembuatan sistem informasi e-surat, e-dokumen, e-harga, e-budgeting, sistem belanja hibah dan bansos, e-aset, e-fasos fasum, dan e-pegawai di Pemprov DKI tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa dan berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp 1,42 miliar.

Program itu merupakan satu dari lima program unggulan yang terindikasi mengalami kerugian daerah. Empat program lainnya adalah pendidikan (penyaluran KJP dan BOP), penataan kampung kumuh, pengadaan bus Transjakarta dan bus sedang, serta penyaluran APBD ke rekening pribadi pejabat Dinas Pekerjaan Umum DKI. [rus]

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp


http://bit.ly/1v1NVqA

Dugaan Korupsi Transjakarta Selalu Ditutupi Pendukung Jokowi

RMOL. Kasus dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta dinilai selalu ditutupi oleh para pendukung dan relawan Jokowi serta kader PDIP. Pasalnya, kasus tersebut merupakan titik lemah Jokowi jelang pemilu Presiden 2014.

"Kasus dugaan korupsi Tranjakarta jelas merupakan titik lemah Jokowi yang selalu ditutupi oleh para pendukung dan relawannya, kader PDIP, bahkan sampai Ketua Umumnya Megawati. Pengakuan mantan Kadishub DKI Udar Pristono dan bocornya transkrip rekaman Jaksa Agung dengan Megawati adalah bukti kuat," ujar Igor kepada wartawan di Jakarta, Minggu (22/6).

Pernyataan Jokowi yang mengatakan sudah melaporkan kasus Transjakarta ke KPK pun hanya bualan. Karena Jurubicara KPK Johan Budi menegaskan Jokowi tidak pernah melaporkan kasus dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta ke KPK.

Igor menilai Jokowi seharusnya segera dipanggil, paling tidak sebagai saksi. Menurutnya jika Jokowi terbukti memberikan keterangan palsu, maka hal itu sudah menjadi domain hukum.

"Apalagi ternyata Jokowi sendiri tidak pernah benar-benar melaporkan kasus yang diduga melibatkan dirinya itu," terangnya.

Ia berharap penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan harus cepat memeriksa kasus ini, agar tidak menjadi bola liar.

"Setidaknya adalah  pemanggilan Jokowi sebagai saksi. Karena jika Jokowi terbukti telah memberikan keterangan palsu, maka ranah hukum adalah tempatnya," demikian Igor dalam keterangannya. [rus]

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp


http://bit.ly/1v1NVqA

Kasus Transjakarta Dinilai Coba Dikaburkan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat politik, Igor Dirgantara menilai, ada sejumlah pihak yang coba mengaburkan kasus dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta. Terlebih munculnya kasus ini bertepatan dengan tahun politik, di mana sang gubernur DKI mencalonkan diri sebagai presiden.

Igor menilai, kasus tersebut merupakan titik lemah Jokowi jelang pemilu Presiden 2014. "Kasus dugaan korupsi Tranjakarta jelas merupakan titik lemah Jokowi yang selalu ditutupi oleh para pendukung dan relawannya," ujar Igor lewat keterangan pers yang diterima ROL, kemarin.

Dia pun mempertanyakan pernyataan Jokowi yang mengatakan sudah melaporkan kasus Transjakarta ke KPK. Sebab hingga kini kasus tersebut belun pernah disentuh KPK. Sebaliknya kasus Transjakarta malah bergulir di kejaksaan.

Sebelumnya, Ketua Forum Warga Jakarta, Azas Tigor Nainggolan meminta agar KPK segera mengambil alih penanganan kasus korupsi Transjakarta dari Kejaksaan Agung. Hal itu dinilainya penting agar penuntasan kasus Transjakarta bisa lebih cepat dan dipercaya pubik.

"Kami meminta KPK ambil alih (kasus Transjakarta) dan kasus di Kejaksaan juga sudah pernah diambil alih oleh KPK," kata Azas.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp

http://bit.ly/1v1NVqA

Ini Penyebab Laporan Keuangan DKI Kurang Baik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio pun menilai hasil laporan BPK akan kinerja keuangan Pemprov DKI tidak terlalu bagus karena Sisa Lebih Pembiayaan (Silpa) DKI yang tinggi mendekati 50 persen. Sehingga secara keuangan, hal itu dinilai buruk.
Menurutnya ada dua kemungkinan tidak sesuainya kegiatan sistem informasi dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa sesuai temuan BPK. Menurutnya bisa dikarenakan pengawasan terlalu ketat atau pengawasannya yang terlalu longgar.
"Kalau terlalu ketat, akibatnya SKPD takut nanti dituduh korupsi. Jadi tidak dia kerjakan dan secara finansial itu buruk. Kasus seperti bisa lebih dahsyat, biasa terjadi di pemerintah pusat atau Pemprov. Soal maling, Pemda atau pemerintah pusat juaranya," papar Agus lewat keterangan pers yang diterima ROL, kemarin.
Agus juga menjelaskan pembuatan sistem informasi yang diusung Pemprov DKI memang tidak bisa cepat. Menurutnya butuh waktu yang tidak sebentar supaya sistem informasi benar-benar berjalan.
"e-Katalog harus dikerjakan dan perlu proses yang lumayan. Perkiraan saya, tiga tahun baru bisa jalan," imbuhnya.
LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

Ahok Tak Bisa Selesaikan Problematika Jakarta Sendirian

JAKARTA - Pengapat perkotaan Yayat Supriyatna, menyatakan bahwa opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diaraih Pemprov DKI atas audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pada APBD DKI 2013, salah satunya disebabkan oleh perencanaan program yang terlalu ambisius.

"Kemungkinan program yang dicanangkan abisius besar. Tahun ini APBD mencapai Rp72 trliun, apakah rencananya realistis? Bisa dipakai atau tidak, belum lagi ada dobel anggaran," ujar Yayat saat berbincang denganOkezone, Senin (23/6/2014).

Dari semua permasalahan itu, kata Yayat, hal terpenting harus dilakukan adalah persiapan organisasi dalam menjalankan program yang telah dicanangkan. "Adimistrasi pengadaan barang juga harus lebih rapih agar tidak lagi terulang lagi kasus yang sudah ditangi penegak hukum," terangnya.

Selain itu, Yayat juga menyoalkan tentang ujung tombak brikorasi yang terkesan tumpul dalam mengeskekusi program-program. "Kenapa ada semacam penurunan antusiasme, ini menjaladi masalah tersendiri juga. DKI itu anggaran cukup besar, jangan sampai tidak memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat," kata Yayat.

Sebagaimana diketahui, tongkat pemimpin Ibu Kota saat ini hanya dipegang oleh Basuki Tjahaja Purnama yang menjabat Plt Gubernur, pasca ditinggal Joko Widodo yang maju sebagai calon Presiden. Karena hal itu pula, Yayat menilai efektifitas penyerapan anggaran tak sesuai dengan target yang telah ditentukan.

"Ada kemungkinan seperti itu. Karena dulu kan ada Gubernur, Wakil Gubernur, ada Sekda, ini sekarang didominasi oleh Pak Ahok, bagaimana peran Sekda? Apakah masih Pelaksana Tugas saja atau bagaimana? Kemarin ada kasus Transjakarata, itu membuat orang berpesepsi ada persoalan didalam pengadaan barang. Apakah program pengadaan itu, ada perubahan ada tidak," paparnya.

Atas segala permasalahan itu, Yayat menjelaskan tentang pentingnya konsolidasi pada birokrasi. Ahok yang seorang diri, tak mungkin mampu menghandel semua persoalan yang ada.

"Harus lebih banyak melakukan konsolidasai dengan birokrasi, agar lebih baik. Karena kalau (Ahok) sendirian agak rumit. Ini semuanya dari Gubernur, Wagub, memegang kendalai sebagai koordinasi,"
pungkasnya.(fid) (ahm)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp


http://bit.ly/1v1NVqA

Kasus Dugaan Korupsi Bus Transjakarta Terkesan Ditutupi

JAKARTA - Kasus dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta terkesan ditutupi oleh para pendukung Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo yang tengah nyalon sebagai kandidat capres di Pilpres 2014. Pasalnya, kasus tersebut merupakan titik lemah Jokowi jelang pesta demokrasi lima tahunan itu.

"Kasus dugaan korupsi Tranjakarta jelas merupakan titik lemah Jokowi yang selalu ditutupi oleh para pendukung dan relawannya, kader PDIP. Di antaranya pengakuan mantan Kadishub DKI Udar Pristono adalah bukti kuat," ujar pengamat politik Universitas Jaya Baya, Igor Dirgantara, saat dikonfirmasi, Senin (23/6/2014).

Menurutnya, pernyataan Jokowi yang mengatakan sudah melaporkan kasus Transjakarta ke KPK dinilai hanya bualan. Pasalnya, juru bicara KPK Johan Budi menegaskan bahwasanya tidak pernah kasus itu dilaporkan sebelumnya.

Menurut Igor, Jokowi seharusnya segera dipanggil, paling tidak sebagai saksi. Jika kemudian Jokowi terbukti memberikan keterangan palsu, maka hal itu sudah menjadi domain hukum.

"Penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan harus cepat memeriksa kasus ini. Setidaknya adalah  pemanggilan Jokowi sebagai saksi. Karena jika dia (Jokowi) terbukti telah memberikan keterangan palsu, maka ranah hukum adalah tempatnya," tegasnya.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp


http://bit.ly/1v1NVqA

Ramadhan Pohan: Soal Indosat, Jokowi Itu Ngeles

Politisi Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyindir jawaban calon presiden Joko Widodo terkait pertanyaan soal penjualan Indosat yang dilakukan di pemerintahan Megawati Soekarnoputri. 

Wakil Sekjen Partai Demokrat itu menganggap Gubernur DKI Jakarta non aktif hanya berusaha mengelak dari pertanyaan capres Prabowo Subianto.

"Ngeles, ngelak saja itu. Sebenarnya semua orang juga tahu kok kalau saat itu enggak krisis saat itu kan," ujar Ramadhan di Gedung DPR, Senin (23/6/2014).

Dia mengatakan seharusnya Tim Sukses Jokowi-JK bisa melihat kembali peristiwa penjualan Indosat yang dilakukan bukan saat kriris ekonomi. Namun, dia menepis tudingan kalau Jokowi tidak menguasai isu materi soal ketahanan nasional.

"Kita tidak mengatakan demikian, itu terlalu ekstrim, saya gak mau masuk ke sana. Biar masyarakat nanti bisa yang lebih menilai, mana yang siap atau tidak siap," ujar Anggota Komisi I DPR itu.

Dia pun melihat adanya perbedaan pemahaman antara Jokowi serta Prabowo Subianto. Menurutnya, dengan latar belakang usahawan, Jokowi punya pemahaman di sektor tersebut. Meski Prabowo juga punya konsep pemahaman di sektor usahawan. Adapun dengan latar belakang militer TNI AD, Prabowo juga dinilai punya kapasitas pemahaman teori ketahanan nasional.

"Semua orang tahu kalau Pak Prabowo militer, Jokowi itu kan usahawan," sebutnya.

Sebelumnya, dalam debat capres putaran ketiga semalam, capres Prabowo melontarkan pertanyaan kepada Jokowi soal penjualan Indosat yang pernah dilakukan pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Jokowi menjawab pertanyaan tersebut kalau saat itu kondisi ekonomi masih belum membaik. Jokowi meminta agar Prabowo tidak membandingkan dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang cukup baik.

"Tapi, bicaralah saat krisis keuangan. APBN kita berat. Waktu Indosat kita jual, harusnya dilihat ada klausul apa di situ. Ke depan harus kita buy back, ambil kembali saham jadi milik kita sendiri. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi kita harus di atas tujuh persen," kata Jokowi, tadi malam. detik.com


LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp

http://bit.ly/1v1NVqA

Ini Tujuh Temuan Masalah di Pemprov DKI oleh BPK RI

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) pada Laporan Keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2013. Opini itu menurun satu tingkat dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang didapat DKI selama dua tahun terakhir ini.

BPK menggaris bawahi adanya temuan soal potensi kerugian daerah. Dari semua temuan itu, ada empat dinas yang dinilai paling bermasalah, yakni Dinas Pendidikan, dinas Perumahan, Dinas PU, dan Dinas Perhubungan.

"Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemprov DKI tahun 2013, ada 86 temuan senilai Rp 1,54 triliun," kata anggota V BPK, Agung Firman Sampurna di depan anggota dewan dan Plt Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat Rapat Paripurna Istimewa DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD, Jakpus, Jumat (20/6/2014).

Agung membeberkan, dari 86 temuan itu yang menunjukkan indikasi kerugian daerah mencapai Rp 85,36 miliar. Sedangkan temuan potensi kerugian mencapai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp 95,01 miliar dan temuan 3E atau pemborosan sebesar Rp 23,13 miliar.

Berikut tujuh permasalahan signifikan yang terekam dalam temuan BPK;

1. Kegiatan pembuatan sistem informasi e-surat, e-dokumen, e-harga, e-budgeting,sistem belanja hibah dan bansos, e-aset, e-fasos-fasum, e-pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Sebagian output dari kegiatan ini tidak sesuai kesepakatan sehingga berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp 1,42 miliar.

2. Penyaluran program Bansos KJP, yang terindikasi ganda sebanyak 9.006 nama (yakni nama anak dan ibu kandung yang identik), dengan nilai kerugian Rp 13,34 miliar.

 3. Realisasi belanja Biaya Operasional Pendidikan untuk Sekolah Negeri senilai Rp 1,54 triliun, dicatat bukan berdasarkan bukti pertanggungjawaban dari sekolah tapi jumlah uang yang ditransfer ke sekolah dikurangi pengembalianya. Hasil pengujian pada 11 sekolah ada indikasi kerugian senilai Rp 8,29 miliar.

4. Penyaluran dana Hibah BOP swasta senilai Rp 6,05 miliar masih belum sesuai ketentuan dan tidak efektif (pemborosan). Sekolah tidak mengajukan proposal tapi menerima BOP, dana BOP tidak dimanfaatkan, ada manipulasi Surat Keterangan Tidak Mampu, yang mengindikasikan kerugian Rp 2,19 miliar.

5. Pelaksanaan program penataan kampung melalui perbaikan rumah kumuh yang tidak optimal. Sebanyak 90rumah penerima bantuan penataan kampung didirikan di atas lahan dengan peruntukan drainase tata air dan jalan. Kemudian, dari target Rp 214 miliar yang terealisasi hanya Rp 75 miliar.

6. Pengadaan bus Transjakart tahun 2013 pada dinas Perhubungan, yang tidak sesuai ketentuan RP 118, 40 miliar dan tidak dapat diyakini kewajaran harganya Rp 43,87 miliar.

7. Pencairan uang persediaan di Dinas PU pada akhir 2013 senilai Rp 110,04 miliar. Dari jumlah itu senilai Rp 104,62 miliar ditransfer ke rekening kepala seksi di kecamatan, kepala seksi di sudin, dan kepala bidang pemeliharaan jalan. Belanja yang tidak punya pertanggungjawaban senilai Rp 2,24 miliar, serta 57 pekerjaan pembangunan jalan yang tidak sesuai spesifikasi teknis dengan indikasi kerugian Rp 4,49 miliar.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp


http://bit.ly/1v1NVqA

KPK, Jangan Buru-buru Simpulkan Taman BMW Bebas Korupsi!

RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi diminta tidak menelantarkan laporan dugaan korupsi Taman Bersih, Manusiawi dan Wibawa (BMW) di kawasan Jakarta Utara. Sebab, berbagai bukti yang diserahkan menunjukkan ada masalah dalam penyerahan aset seluas 30 hektar lebih kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari sejumlah pengembang untuk fasos/fasum.

"KPK jangan buru-buru menyimpulkan tidak ada dugaan korupsi terkait taman BMW. Sebab, aset seluas 30 hektar itu belum sepenuhnya milik pemprov karena kepemilikannnya masih dalam status sengketa. Aset itu harusnya punya nilai uang, kalau dalam sengketa artinya tidak bisa dinilai dan itu merupakan kerugian negara dalam hal penerimaan," kata pakar hukum Margarito Kamis di Jakarta (Minggu, 22/6).

Menurutnya, KPK harus segera menindaklanjuti laporan dari eks Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto yang membuka adanya kejanggalan penyerahan aset itu kepada Pemprov. Apalagi, di atas tanah itu direncanakan akan dibangun stadion sepakbola berstandar international dengan anggaran triliunan rupiah.

Eks Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto menilai ada kejanggalan antara BAST dengan Surat Pelepasan Hak (SPH). Dalam BAST tanah yang diserahkan tertulis 265.395,99 M2, tetapi jumlah luas dalam SPH hanya 122.228 M2. Ketika diteliti, letak tanah yang diserahkan seluas 122.228 M2, bukan di Taman BMW.

"Selain itu, nama-nama orang yang menyerahkan tanah dalam SPH menyanggah tidak pernah punya tanah dan tanda tangan dalam SPH dengan mata telanjang berbeda dengan tanda tangan yang bersangkutan di KTP, KK ataupun Paspor,"ujarnya.

Prijanto menilai dari dokumen yang mendukung, menggambarkan ada kekeliruan sasaran. Terlebih ketika Pemprov DKI mengeksekusi Taman BMW pada tanggal 28 Agustus 2008 lalu, sesungguhnya tanah yang dimaksud di dalam BAST tanggal 8 Juni 2007 bukan tanah Taman BMW.

Lebih jauh Prijanto berpendapat, bahwa Taman BMW dengan nilai Rp737.395.249.809,00 yang sudah masuk dalam daftar aset Pemprov DKI Jakarta dan sudah dipublikasikan, patut diduga fiktif dan telah terjadi kebohongan publik.

"Karena dugaan fiktif inilah, letak dugaan terjadinya kerugian negara. Di samping itu juga patut diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum dan ada pihak yang diuntungkan."ujarnya.

Atas masalah dan kejanggalan tanah Taman BMW tersebut, Prijanto telah melaporkan hal ini ke KPK pada tanggal 7 November 2013 lalu. Sebelumnya, pada akhir 2012 LSM Snak Markus juga melaporkan hal serupa ke KPK.

"Tanggal 13 Maret dan 4 April 2014 yang lalu, saya kembali melaporkan perkembangan kasus ke KPK. Saya menduga ada pemaksaan kehendak dan kekuatan tertentu yang berakibat terjadinya kerugian negara oleh oknum-oknum pejabat dalam kasus ini. Saya hanya tidak ingin kasus Hambalang terjadi pada tanah Taman BMW yang akan dibangun stadion bertaraf internasional tersebut," katanya.[dem]

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp


http://bit.ly/1v1NVqA

Silpa Tinggi Penyebab Finansial Pemprov DKI Buruk

RMOL. Program e-budgeting yang diusung Gubernur DKI Jakarta Jokowi di Pemprov DKI dianggap menimbulkan masalah. Pasalnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya indikasi kerugian daerah karena kegiatan pembuatan sistem informasi tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio pun menilai hasil laporan BPK akan kinerja keuangan Pemprov DKI tidak terlalu bagus karena silpa DKI yang tinggi mendekati 50 persen. Sehingga secara keuangan, hal itu dinilai buruk.

Menurutnya ada dua kemungkinan tidak sesuainya kegiatan sistem informasi dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa sesuai temuan BPK. Bisa dikarenakan pengawasan terlalu ketat, atau pengawasannya yang terlalu longgar.

"Kalau terlalu ketat, akibatnya SKPD takut nanti dituduh korupsi. Jadi tidak dia kerjakan dan secara finansial itu buruk. Kasus seperti bisa lebih dahsyat, biasa terjadi di pemerintah pusat atau Pemprov. Soal maling, Pemda atau pemerintah pusat juaranya," papar Agus kepada wartawan di Jakarta, Minggu (22/6).

Ia juga menjelaskan pembuatan sistem informasi yang diusung Pemprov DKI memang tidak bisa cepat. Menurutnya butuh waktu yang tidak sebentar supaya sistem informasi benar-benar berjalan.

"e-Katalog harus dikerjakan dan perlu proses yang lumayan. Perkiraan saya, tiga tahun baru bisa jalan," imbuhnya.

Seperti diketahui, anggota V BPK RI Agung Firman Sampurna mengungkapkan kegiatan pembuatan sistem informasi e-surat, e-dokumen, e-harga, e-budgeting, sistem belanja hibah dan bansos, e-aset, e-fasos fasum, dan e-pegawai di Pemprov DKI tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa dan berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp 1,42 miliar.

Program itu merupakan satu dari lima program unggulan yang terindikasi mengalami kerugian daerah. Empat program lainnya adalah pendidikan (penyaluran KJP dan BOP), penataan kampung kumuh, pengadaan bus Transjakarta dan bus sedang, serta penyaluran APBD ke rekening pribadi pejabat Dinas Pekerjaan Umum DKI.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lm0BIh

http://bit.ly/1jdfDvp

http://bit.ly/1v1NVqA