Senin, 30 Juni 2014

Tindaklanjuti Temuan BPK, DPRD Akan Panggil Jokowi

Jakarta - Terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Laporan Keuangan APBD DKI 2013 sebanyak 86 temuan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta akan menindaklanjuti temuan tersebut. Salah satunya, DPRD DKI akan memanggil Gubernur DKI Non-aktif Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan penjelasan terhadap penurunan opini BPK menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang didapat selama dua tahun terakhir ini.
Ketua DPRD DKI Jakarta, Ferrial Sofyan mengatakan BPK RI memberikan waktu selama 60 hari untuk menindaklanjuti temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan 2013 Pemprov DKI. Pihaknya akan meneliti satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mana yang paling banyak mendapatkan catatan dan rekomendasi dari BPK.
“Kita akan panggil Pak Gubernur (Jokowi, red). Tapi nanti mungkin setelah pilpres. Kami mau minta penjelasan dari Pak Gubernur. Karena sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD), DPRD harus menindaklanjuti laporan tersebut,” kata Ferrial di gedung DPRD DKI, Jakarta, Kamis (26/6).
DPRD DKI akan menelusuri hasil temuan BPK tersebut satu per satu. Pihaknya akan melakukan pengawasan agar temuan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Kemudian diupayakan kerugian daerah dapat dikembalikan ke kas daerah.
“Kita akan panggil pimpinan SKPD beserta jajarannya. Kita akan tanya hasil temuan BPK tersebut. Kenapa ada temuan seperti itu, lalu bagaimana langkah mereka untuk menindaklanjuti temuan tersebut,” ujarnya.
Dengan diraihnya opini WDP tersebut, Ferrial menegaskan penilaian tersebut menunjukkan tata kelola pemerintahan dan tata kelola keuangan di DKI masih kurang. Sehingga harus diperbaiki pada tahun anggaran 2014 dan tahun anggaran mendatang.
“Harus diperbaiki lah. Kalau BPK tidak kasihan, tentu kita sudah dapat opini Disclaimer,” ungkapnya.
Seperti diketahui dari hasil pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan terdapat 86 temuan dengan total kerugian mencapai Rp 1,54 triliun. Temuan tersebut terdiri atas temuan berindikasi kerugian daerah senilai Rp 85,36 miliar, temuan potensi kerugian daerah senilai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 95,01 miliar dan temuan 3E (tidak efisien, tidak ekonomis, tidak efektif) senilai Rp 23,13 miliar.
LHP Pemprov DKI tahun 2013 pun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada 2012 DKI mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), maka pada 2013 turun satu peringkat yakni WDP. Turunnya hasil laporan keuangan Pemprov DKI disebabkan oleh sejumlah hal seperti realisasi belanja melalui mekanisme uang persediaan melewati batas yakni 15 Desember 2013.

Audit BPK Jadi 'Bola Panas' untuk Jokowi

Jakarta - Laporan Keuangan DKI Jakarta masa Jokowi-Ahok mendapat rapor merah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sontak saja ini mengundang kritik dari Timses Prabowo-Hatta.

"Hasil audit BPK, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) turun jadi wajar dengan pengecualian (WDP). Karena ada beberapa laporan yang perlu diperbaiki dan beberapa laporan ada indikasi penyimpangan," tutur Ketua Bidang Teritorial Penggalangan dan Kampanye Timses Prabowo-Hatta, Idrus Marham, di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Rabu (25/6/2014) malam.

"Kalau selama ini dikesankan bersih dan punya prestasi, prestasinya di mana? Ini yang mau kami sampaikan berita sesuai fakta bukan yang diopinikan atau rekayasa," imbuhnya.

Idrus juga mempertanyakan kehebatan Jokowi saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI aktif. Terlebih saat video cawapres Jusuf Kalla (JK) yang sempat meragukan kemampuan Jokowi menjadi presiden saat dia baru menjabat sebagai Gubernur DKI beberapa bulan.

"JK membuat pernyataan 2-3 bulan setelah Jokowi jadi gubernur. Lalu setelah berkembang, JK kembali menegaskan ada prestasi yang dibuat Jokowi. Saya berusaha percaya. Tapi begitu ada audit yang baru keluar dari BPK apakah Jokowi benar-benar punya prestasi seperti yang disampaikan selama ini. Ini fakta," tegasnya.

Tak hanya itu saja, pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Golkar tersebut juga melancarkan aksi sindirnya kepada kubu Jokowi-JK soal rencana penghapusan kolom agama di KTP.

"Ada pikiran, KTP nanti agama mau dihilangkan. Demi HAM katanya komunis boleh ada di Indonesia. Makanya kita perlu mendukung Prabowo-Hatta. Tapi kalau pikiran ini benar bayangkan saja kolom di KTP dihilangkan agamanya," tutur Idrus.

Jokowi sendiri sudah menepis soal isu dia akan menghapus kolom agama di KTP. Dia sudah berulang kali menjawab isu ini.

"Agama di KTP itu adalah identitas karakter kita. Itu ke- bhinneka tunggal ika-an kita. Yang paling penting bagaimana kita saling menghargai dan menghormati antar umat beragama. Saya kira jawaban saya perlu diulang lagi," ujarnya di sela kampanyenya di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (25/6/2014).

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

Banyak Kebocoran Dana Pada Program Pencitraan Jokowi

Jika menarik ingatan ke masa kampanye Pilkada DKI lalu, tentu kita masih ingat beberapa janji pencitraan Jokowi, antara lain yang ditawarkannya waktu itu adalah pembangunan sistem elektronik, seperti e-Budgeting, e-Surat, e-Dokumen, e-Harga , Kartu Jakarta Pintar (KJP), dan pembangunan Kampung Deret.

Janji kampanye itu memang direaliasikan oleh Jokowi saat menjabat jadi gubernur. Sistem elektronik, KJP, dan Kampung Deret menjadi program kerja pemprov DKI.   

Sukseskah program itu? Secara kasat mata, mungkin banyak orang yang menilai kalau program kerja Jokowi sebagai gubernur DKI itu sukses. Tapi, kalau kita tilik dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ternyata banyak terjadi kebocoran dana pada program kerja Jokowi tersebut.

BPK mengindikasikan tiga program kerja unggulan Jokowi itu, telah menimbulkan kerugian daerah hingga mencapai Rp25,24 miliar.

Sistem manajemen pemerintah dengan konsep elektronik yang meliputi pembuatan sistem informasi elektronik surat (e-surat), e-dokumen, e-harga, e-budgeting, sistem belanja hibah dan bantuan sosial, e-aset, e-fasos-fasum, dan e-pegawai, ternyata menurut hasil audit BPK, tidak sesuai dengan Ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.

Selain itu, menurut catatan BPK, output dari konsep elektronik itu tidak sesuai dengan kesepakatan sehingga belum dapat dimanfaatkan. Semua itu berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp1,42 miliar.

Sementara untuk program Kartu Jakarta Pintar (KJP), BPK menemukan penyaluran program dana bantuan sosial KJP terindikasi ganda sebanyak 9.006 nama penerima dan terindikasi menimbulkan kerugian daerah sebesar Rp13,34 miliar.

Sedangkan dalam realisasi belanja BOP untuk sekolah negeri senilai Rp1,57 triliun, BPK menemukan ada 11 sekolah memberikan pertanggungjawaban penggunaan BOP tidak nyata dengan indikasi kerugian Rp8,29 miliar.

BPK juga menemukan penyaluran dana hibah BOP untuk swasta masih belum sesuai ketentuan dan tidak efektif senilai Rp6,05 miliar.

Diantaranya, sekolah tidak mengajukan proposal tapi menerima dana BOP, dana BOP tidak dimanfaatkan sekolah, terjadi manipulasi dokumen Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai syarat pengajuan BOP. Semua itu menimbulkan indikasi kerugian daerah senilai Rp2,19 miliar.

Untuk pembangunan Kampung Deret, BPK menemukan sebanyak 1.152 rumah di kampung deret berdiri di atas tanah negara, drainase, dan di atas garis sepadan sungai.

Hasil kerja pengelolaan keuangan yang belum maksimal ini membuat BPK mengeluarkan pendapat 'Wajar Dengan Pengeculian' (WDP) terhadap Laporan Keuangan DKI tahun 2013.

Catatan yang diberikan BPK ini berarti lebih buruk dari tahun 2011. Saat itu (2011), Laporan Keuangan DKI diberi nilai 'Wajar Tanpa Pengecualian' (WTP).

Nah, jika seperti ini kenyataannya, apakah masih bisa disebut kalau Jokowi, yang saat ini menjadi calon presiden, sudah sukses membangun Jakarta? Rasanya, belum. (**)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

Gara-gara Jokowi, Ahok Anggap HUT Jakarta ke-487 Dapat Kado Pil Pahit

Dua kado pahit itu yaitu tidak dapat Adipura dan dapat nilai buruk dari BPK mengenai laporan keuangan DKI.

JAKARTA, Jaringnews.com - Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama menganggap di tahun ini Jakarta mendapatkan kado paling pahit. Ultah Jakarta tahun ini yang ke-487 tahun.

Dalam sambutannya di upacara HUT DKI di Silang Monas Jakarta, Minggu (22/6), Ahok mengatakan kado pahit itu ada 2. Yaitu tidak dapat Adipura dan dapat nilai buruk dari BPK mengenai laporan keuangan DKI.

"Kalau orang politik pasti bilangnya ini pil pahit. Kami tidak suka makan pil yang bohong-bohongan, apalagi pencitraan," kata Ahok.

Pagi ini, seluruh PNS DKI mengikuti apel HUT DKI. Upacara ini merupakan yang pertama kali dipimpin Ahok. Dalam acara itu sebuah tumpeng dipotong Ahok. Ahok juga memberikan penghargaan kepada siswa pendapat nilai tertinggi UN.

"Harusnya Pak Jokowi yang berdiri di sini, seperti tahun lalu. Dan saya tidak tahu harus senang atau bagaimana jika Pak Jokowi kembali jadi gubernur. Ini sulit sekali," kata Ahok.

Badan Pemeriksaan Keuangan memberikan hasil audit keuanggan Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Joko Widodo. Hasilnya banyak program Jokowi yang bermasalah.

Maka itu BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Program yang bermasalah khususnya di sistem online. Padahal sistem ini dibanggakan Jokowi karena sebagai sistem yang anti korupsi.

Sistem online yang bermasalah itu di antaranya e-Surat, e-Dokumen, e-Harga, e-Budgeting, sistem Belanja Hibah dan Bansos dan Bansos, e-Aset, e-Fasos-Fasum, dan e-Pegawai. Semua itu idak sesuai Ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa. Perjalanan sistem itu berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp 1,42 miliar.

BPK juga menemukan indikasi keuangan DKI yang bermasalah pada program Kartu Jakarta Pintar dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP). BPK menyebut ada 9.006 penerima ganda dalam program KJP ini. Kerugiannya sampai Rp 13,34 miliar.
 
(Chm / Nvl)LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :http://bit.ly/1lZnZMYhttp://bit.ly/1sHJWnxhttp://bit.ly/1lrQx0r

Keluar KPK, Jokowi Diteriaki Tangkap Jokowi

INILAHCOM, Jakarta - Calon presiden nomor urut dua Joko Widodo atau Jokowi, menyelesaikan klarifikasi hartanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepergiannya dari kantor KPK, disambut puluhan pendemo yang mengatasnamakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Dalam orasinya, mereka meneriaki Jokowi segera ditangkap oleh KPK terkait dugaan kasus korupsi.

Jokowi dinilainya, ikut terlibat beberapa kasus dugaan korupsi.

"Tangkap, tangkap Jokowi, tangkap Jokowi sekarang juga," teriak koordinator KAMMI, sebelum Jokowi meninggalkan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2014).

Dugaan korupsi yang dimaksud, terkait adanya laporan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang menyatakan Pemprov DKI Jakarta mengalami kerugian kerugian senilai Rp1,5 triliun.

Dari hasil pemeriksaan (LHP) BPK, ditemukan adanya beberapa masalah di pemerintah DKI, dimana Jokowi sebagai gubernur.

Salah satunya, teriak mereka adalah pengadaan bus TransJakarta, yang berujung pada tindak pidana korupsi. Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono yang menjabat era Gubernur Jokowi dan kini sudah dicopot, sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Sebab itu, mereka mendesak lembaga antikorupsi itu segera menangkap Jokowi, sebagai orang yang patut untuk dimintai tanggungjawab di mata hukum.

"Menuntut KPK RI agar menindaklanjuti hasil audit BPK terhadap APBD DKI," teriaknya dari atas mobil yang sulap menjadi pengeras suara.

Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan TransJakarta dan BKTB pada Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2013, Kejaksaan Agung telah menetapkan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono sebagai tersangka.

Dalam proyek senilai Rp1,5 triliun tersebut, Kejaksaan juga menetapkan pihak lain sebagai tersangka, yakni Direktur Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Prawoto. [gus]

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

KPK Diminta "Jemput" Kasus Bus Transjakarta dari Kejagung

JAKARTA - Puluhan orang yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Jakarta (Permata) menggelar demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (27/6/2014) siang. Mereka mendesak KPK mengambil alih kasus pengadaan bus Transjakarta dari Kejaksaan Agung.
 
Pasalnya, sudah hampir setahun kasus ini bergulir namun jaksa penyidik belum juga berani memanggil Gubernur DKI Jakarta nonaktif Joko Widodo.
 
Koordinator aksi Permata Jakarta, Sky Ryan, mendesak Kejagung tidak menutup mata dengan keterlibatan Jokowi. Dia juga meminta KPK “jemput bola" kasus ini dari korps Adhyaksa dan segera memeriksa kandidat capres nomor urut 2 itu.
 
"Tangkap dan Adili Jokowi. Kami mendesak agar KPK untuk berani membuka transkip percakapan Megawati dan Jaksa Agung," tandas Sky di depan KPK, Jumat (27/6/2014).
 
Sebelumnya, Kejaksaan telah menetapkan empat orang tersangka, salah satunya adalah mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono sebagai pengguna APBD dengan pagu Rp1,5 triliun. Namun, dalam pelaksanaannya banyak terjadi mark up dan hal tersebut diperkuat dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan dugaan pelaggaran dalam proyek tersebut.
(ded)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

Kecewa Jokowi Nyapres, Ibu Ini Berani Potong Wawancara Ahok di Balaikota

Jakarta - Seorang ibu berkerudung ungu berani memotong wawancara Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan wartawan di Balaikota, Jakarta Pusat. Ibu tersebut mengaku kecewa Jokowi maju sebagai calon presiden. 

Peristiwa ini berawal ketika Ahok baru keluar dari ruang rapat yang ada di lantai satu Balaikota Jakarta. Saat itu wartawan mengejar Ahok yang baru keluar dari ruang rapat tersebut. Wartawan kemudian meminta Ahok menjelaskan audit BPK terkait laporan keuangan Provinsi DKI 2013 yang berstatus Wajar Dengan Pengecualian (WDP). 

Saat wawancara berlangsung, ibu yang menggendong anak balita ini bergerak sehingga berada di belakang Ahok. Warga memang terkadang datang ke Balaikota untuk mengadukan masalah yang mereka alami. Saat itu Ahok menjelaskan posisi Jokowi terkait laporan BPK itu kepada wartawan. 

"Jokowi tak sepatutnya dipersalahkan terkait opini Wajar Dengan Pengecualian itu. Salah Jokowi di mana, saya tanya," kata Ahok di Balaikota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2014). 

Tiba-tiba saja ibu yang datang beserta beberapa orang warga ini langsung memotong perkataan Ahok. 
"Ya karena Jokowi meninggalkan Jakarta," kata ibu itu lantang. Beberapa orang yang ikut datang bersama ibu ini hanya diam saja. 

Ahok langsung berbalik melihat ibu itu dan memberikan penjelasan. "Dia kan meninggalkan Jakarta. Dia sedang berupaya menguasai Merdeka Utara (Istana Presiden-red)," kata Ahok dengan nada tinggi. 

"Saya tidak terima, seharusnya konsekuen dong," balas ibu itu ke Ahok.

"Saya juga tidak konsekuen. Saya dulu DPRD 7 bulan, kemudian jadi bupati. Kemudian 16 bulan kabur jadi gubernur, tapi tidak jadi. Kemudian saya masuk DPR RI. Setelah 2,5 tahun aku kabur ke sini," kata Ahok. 

Ahok menyarankan ibu itu tidak memilih nomor 2 di pilpres bila kecewa kepada Jokowi. "Ya sudah Ibu tenang saja, kalau Ibu kecewa dengan Jokowi, Ibu jangan pilih Pak Jokowi lagi," katanya. 

"Ya memang saya tidak mau pilih," kata wanita tersebut. 

"Kalau Ibu tidak pilih terus dia balik lagi jadi gubernur gimana?" tanya Ahok 

"Kalau balik lagi ya saya terima," sahutnya. 

"Kalau begitu doakanlah, pilih nomor 1 ya Bu," kata Ahok sambil tertawa. 

Ahok kemudian menjelaskan ke wartawan pernyataannya itu jangan diartikan sebagai kampanye. "Saya tidak kampanye ya kan memang cuma ada dua pilihan," kata rekan separtai Prabowo Subianto ini sambil tertawa.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

Pesan Idrus untuk Kades: Sampaikan Fakta 'Rapor Merah' Jokowi ke Masyarakat

Jakarta - Semrawutnya wajah Ibu Kota masih menjadi catatan bagi pemerintahan Jokowi-Ahok, terlebih setelah menerima rapor merah audit keuangan Pemprov DKI dari BPK. Fakta ini dinilai Ketua Bidang Teritorial Penggalangan dan Kampanye Timses Prabowo-Hatta, Idrus Marham, perlu disampaikan ke masyarakat luas agar 'melek' dalam menilai kinerja Jokowi selama menjabat sebagai Gubernur DKI aktif.

"Saya minta kepada kades-kades ini menyampaikan info sesuai fakta yang ada. Apabila info yang sampai ke masyarakat kita sampaikan apa adanya, bagaimana Jakarta yang macet, bagaimana hasil audit BPK DKI itu turun kelas dari wajar tanpa pengecualian (WTP) menjadi wajar dengan pengecualian (WDP), kita sampaikan saja," ucap Idrus usai menerima dukungan ribuan kepala desa Sulawesi Selatan di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Rabu (25/6/2014) malam.

Tidak ada prestasi yang signifikan, begitu yang diungkapkan oleh Idrus saat menilai sosok capres nomor urut 2.

"Sampaikan bahwa ini fakta. Jangan kita sampaikan itu seakan-akan bersih bereprestasi padahal nihil prestasi," tegasnya.

Meski demikian, secara terpisah Plt Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan 'turun kelasnya' opini hasil audit keuangan menjadi WDP itu wajar. Pasalnya, dia menyadari sedikit banyak hasil audit BPK ini akan digunakan sebagai peluru menyerang Gubernur DKI non aktif Jokowi.

"Gua bilang lu harus proporsional sama gua. Ini masih pilpres, gua ngomong apa adanya kok," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

Jokowi dituding punya beban kasus masa lalu

JAKARTA - Rekam jejak Capres Jokowi, ternyata tak semulus yang diduga. Pasalnya, dalam kepemimpinan Jokowi mulai dari Wali Kota Solo hingga Gubernur DKI, ada rekam jejak kasus-kasus korupsi.

Penasehat Pemenangan Prabowo-Hatta, Suryo Prabowo menjelaskan, mulai kasus mobil Esemka saat Jokowi menjabat Wali Kota Solo, hingga mal administrasi taman BMW dan dugaan korupsi pengadaan bus TransJakarta.

"Selain kasus korupsi bus TransJakarta senilai Rp1,3 triliun, saat ini BPK juga menemukan dugaan korupsi sebesar Rp1,54 triliun. Begitu pula sewaktu Jokowi menjadi Wali Kota Solo terjadi 14 kasus korupsi," ujar Letjen TNI (Purn) Suryo Prabowo, dalam keterangan persnya, tadi malam.

Dia meminta kepada publik, untuk tidak pernah percaya pada capres yang menyatakan dirinya jujur. Sebab, selama Jokowi ini menyatakan bersih dan jujur, ternyata bermasalah.

"Hanya pembohong yang menyatakan dirinya jujur. Kejujuran tidak untuk dideklarasikan. Hari ini naik bajaj besok naik jet mewah, mengaku suka barang murah tapi isteri tertangkap kamera pakai tas mewah. Apakah ini yang disebut jujur dan sederhana?", tanyanya.

Suryo mengatakan, tudingan yang diarahkan secara bertubi-tubi pada Prabowo sebagai pelanggaran HAM oleh lima jenderal seniornya, merupakan strategi usang untuk alihkan masalah yang melilit Jokowi.

"Semua tuduhan Prabowo itu fitnah yang sengaja dihembuskan untuk alihkan beban permasalahan Jokowi dimasa menjabat sebagai Wali Kota dan Gubernur", jelasnya.

Dia mengatakan, sosok Prabowo dan Jokowi berbeda. Sebab, Prabowo selalu tampil apa adanya dan tak memiliki beban apapun.

Namun, beban terberatnya adalah masa depannya yang selalu dituding terlibat kasus 1998.

"Prabowo hanya memiliki beban masa kini yaitu selalu difitnah oleh senior yang menzoliminya sejak tahun 1998. Tetapi Prabowo adalah ksatria tulen. Ditanduk tidak remuk dan ditendang malah menang, maka rakyat mulai sadar untuk tidak memilih Jokowi yang sarat dengan masalah korupsi di Solo dan Jakarta", bebernya.

Penerimaan yang luas dari rakyat terhadap Prabowo, lanjut dia, telah membuat panik tim Jokowi, terutama di Jawa Tengah.

Kepanikan bisa terlihat dengan cara merusak spanduk Prabowo-Hatta dan mengintimidasi rakyat.

"Para relawan petani nelayan urut sewu (Cilacap-Wonogiri) diharapkan tidak terpancing untuk melakukan keburukan serupa. Lakukan kampanye damai dan sejuk seperti yang selalu ditekankan oleh Prabowo Subianto. Bantu TNI/Polri dalam menjaga rakyat dari intimidasi dan kebrutalan aksi premanisme lawan," tutupnya.

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx

http://bit.ly/1lrQx0r
(dat03/inilah)

Fitra: Terbukti Kan, Jokowi Mementingkan Pencitraan

Jakarta, HanTer - Turunnya predikat pengelolaan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk Provinsi DKI Jakarta merupakan bukti bahwa Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo lebih mementingkan pencitraan daripada bekerja. Hasil tersebut membuktikan bahwa era kepemimpinan Jokowi tak lebih baik ketimbang era gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo.
 
"Yang jelas publik Jakarta kecewa. Ternyata era pemerintahan Jokowi lebih banyak pencitraan dibandingkan kerjanya. Good governance yang dikumandangkan selama ini ternyata tidak berjalan dengan baik," ujar Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai, Senin (23/6).
 
Tak hanya itu, Uchok juga mendesak BPK segera membawa hasil temuan indikasi kerugian pengelolaan anggaran ke aparat penegak hukum. Adanya pengeluaran tanpa ada bukti yang lengkap merupakan tindakan yang wajib dibawa ke ranah hukum.
 
"Untuk membuktikannya, BPK harus segera membawa hasil temuan tersebut ke aparat hukum supaya ditindaklanjuti. Karena ini kan sudah masuk dugaan tindakan korupsi," jelasnya.
 
Seperti diberitakan, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2013, yang artinya menurun dibanding Laporan Keuangan 2012, yang mana saat itu Pemprov DKI memperoleh nilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
 
Tak hanya itu, BPK juga menemukan indikasi kerugian daerah yang mencapai Rp 85,36 miliar, temuan potensi kerugian daerah senilai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 95,01 miliar, dan temuan ekonomi, efisien, efektif (3E) senilai Rp 23,13 miliar.
 
Laporan Keuangan APBD 2013 terindikasi menunjukkan kerugian senilai Rp 59,23 miliar, antara lain tercermin pada belanja operasional pendidikan, kegiatan penataan jalan kampung, dan biaya pengendalian teknis kegiatan.
 
Indikasi kerugian daerah itu muncul karena realisasi belanja tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap, seperti nota dan kuitansi yang dilengkapi identitas perusahaan.
(Anugrah)
LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :
http://bit.ly/1lZnZMY
http://bit.ly/1sHJWnx

http://bit.ly/1lrQx0r

KPK Diminta Usut Temuan BPK Soal APBD DKI Era Jokowi

VIVAnews - Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), mempertanyakan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai lambat menyelidiki temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang indikasi korupsi dana APBD DKI Jakarta di era Gubernur Joko Widodo. 

"Korupsi itu bukan delik aduan. Jadi ketika ada temuan seperti BPK, maka KPK harus ambil tindakan. Jangan lambat," kata Ketua Fakta, Azas Tigor Nainggolan, di Jakarta.

Tigor mengatakan, hasil audit BPK bisa dijadikan sebagai informasi awal untuk mulai melakukan penyelidikan. Dari temuan BPK, harusnya bisa diteruskan hingga ke penyidikan oleh KPK.

Ia melihat ada upaya tebang pilih yang dilakukan KPK dalam penanganan kasus korupsi. Ini terlihat dari lambatnya respon terhadap audit BPK oleh KPK.

"Mengapa KPK cepat bertindak untuk kasus di Riau, Kalimantan Tengah, Banten, Jabar, sampai Papua, tetapi untuk yang di depan mata seperti DKI Jakarta, malah kurang responsif," keluhnya.

Tigor mendesak KPK untuk menindaklanjuti temuan BPK. Ia berharap KPK tidak terpengaruh dengan tokoh-tokoh yang mungkin tersangkut kasus ini, terutama di tahun politik ini.  

"Prinsip KPK tidak pandang bulu. Itu harus konsisten dipegang KPK," tegasnya.

Temuan BPK mengerucut pada indikasi korupsi senilai Rp1,54 triliun. Pos-pos kebocoran juga tersebar di berbagai dinas. (one)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

KPK Harus Usut Jokowi Terkait Indikasi Korupsi APBD DKI

Jakarta, HanTer - Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) mempertanyakan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lambat menyelidiki temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang indikasi korupsi APBD DKI Jakarta di era Gubernur Joko Widodo.

"Korupsi itu bukan delik aduan. Jadi ketika ada temuan seperti BPK, maka KPK harus ambil tindakan. Jangan lambat," kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan di Jakarta, Sabtu malam (28/6).

Dia menjelaskan, audit BPK bisa disebut sebagai informasi awal untuk mulai melakukan penyelidikan. Jika mencukupi, maka selanjutnya bisa diteruskan hingga penyidikan.

"Mengapa KPK cepat bertindak untuk kasus di Riau, Kalimantan Tengah, Banten, Jabar, sampai Papua, tetapi untuk yang di depan mata seperti DKI Jakarta, malah kurang responsif," ujarnya.

Dia juga mendesak lembaga anti korupsi itu tidak terpengaruh dengan tokoh-tokoh yang mungkin tersangkut kasus ini. Prinsip tidak pandang bulu harus konsisten dipegang KPK.

Temuan BPK mengerucut pada indikasi korupsi senilai Rp 1,54 triliun. Pos-pos kebocoran juga tersebar di berbagai dinas.

Di Dinas Pekerjaan Umum, misalnya, ditemukan kejanggalan pencairan uang persediaan. Pada akhir 2013 dilakukan pencairan sebesar Rp 110,04 miliar yang sebanyak Rp 104,62 miliar ditransfer ke rekening kepala seksi kecamatan, suku dinas, dan kepala bidang pemeliharaan jalan.

Program Kampung Deret juga dinilai meleset dari target. Dari anggaran Rp 214 miliar, hanya terealisasi Rp 199 miliar hingga 30 Mei 2014 atau 93,12 persen dari target. Selain itu, banyak juga rumah deret yang berdiri di atas tanah negara, di lokasi drainase, dan garis sepadan sungai.

Di Dinas Pendidikan, misalnya, meliputi penyaluran Kartu Jakarta Pintar (KJP) ganda kepada 9.006 penerima senilai Rp 13,34 miliar. Sedangkan hasil audit dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) menunjukkan indikasi kerugian Rp 8,29 miliar.

Kasus serupa juga pada pengadaan bus TransJakarta dan bus sedang di Dinas Perhubungan yang tidak sepenuhnya sesuai ketentuan dan diragukan kewajaran harganya senilai Rp 118,40 miliar dan Rp 43,87 miliar.
(Remmy)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx

http://bit.ly/1lrQx0r

Tindaklanjuti Temuan BPK, DPRD Akan Panggil Jokowi

Jakarta - Terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Laporan Keuangan APBD DKI 2013 sebanyak 86 temuan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta akan menindaklanjuti temuan tersebut. Salah satunya, DPRD DKI akan memanggil Gubernur DKI Non-aktif Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan penjelasan terhadap penurunan opini BPK menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang didapat selama dua tahun terakhir ini.
Ketua DPRD DKI Jakarta, Ferrial Sofyan mengatakan BPK RI memberikan waktu selama 60 hari untuk menindaklanjuti temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan 2013 Pemprov DKI. Pihaknya akan meneliti satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mana yang paling banyak mendapatkan catatan dan rekomendasi dari BPK.
“Kita akan panggil Pak Gubernur (Jokowi, red). Tapi nanti mungkin setelah pilpres. Kami mau minta penjelasan dari Pak Gubernur. Karena sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD), DPRD harus menindaklanjuti laporan tersebut,” kata Ferrial di gedung DPRD DKI, Jakarta, Kamis (26/6).
DPRD DKI akan menelusuri hasil temuan BPK tersebut satu per satu. Pihaknya akan melakukan pengawasan agar temuan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Kemudian diupayakan kerugian daerah dapat dikembalikan ke kas daerah.
“Kita akan panggil pimpinan SKPD beserta jajarannya. Kita akan tanya hasil temuan BPK tersebut. Kenapa ada temuan seperti itu, lalu bagaimana langkah mereka untuk menindaklanjuti temuan tersebut,” ujarnya.
Dengan diraihnya opini WDP tersebut, Ferrial menegaskan penilaian tersebut menunjukkan tata kelola pemerintahan dan tata kelola keuangan di DKI masih kurang. Sehingga harus diperbaiki pada tahun anggaran 2014 dan tahun anggaran mendatang.
“Harus diperbaiki lah. Kalau BPK tidak kasihan, tentu kita sudah dapat opini Disclaimer,” ungkapnya.
Seperti diketahui dari hasil pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan terdapat 86 temuan dengan total kerugian mencapai Rp 1,54 triliun. Temuan tersebut terdiri atas temuan berindikasi kerugian daerah senilai Rp 85,36 miliar, temuan potensi kerugian daerah senilai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 95,01 miliar dan temuan 3E (tidak efisien, tidak ekonomis, tidak efektif) senilai Rp 23,13 miliar.
LHP Pemprov DKI tahun 2013 pun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada 2012 DKI mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), maka pada 2013 turun satu peringkat yakni WDP. Turunnya hasil laporan keuangan Pemprov DKI disebabkan oleh sejumlah hal seperti realisasi belanja melalui mekanisme uang persediaan melewati batas yakni 15 Desember 2013.
LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :