Senin, 30 Juni 2014

Banyak Kebocoran Dana Pada Program Pencitraan Jokowi

Jika menarik ingatan ke masa kampanye Pilkada DKI lalu, tentu kita masih ingat beberapa janji pencitraan Jokowi, antara lain yang ditawarkannya waktu itu adalah pembangunan sistem elektronik, seperti e-Budgeting, e-Surat, e-Dokumen, e-Harga , Kartu Jakarta Pintar (KJP), dan pembangunan Kampung Deret.

Janji kampanye itu memang direaliasikan oleh Jokowi saat menjabat jadi gubernur. Sistem elektronik, KJP, dan Kampung Deret menjadi program kerja pemprov DKI.   

Sukseskah program itu? Secara kasat mata, mungkin banyak orang yang menilai kalau program kerja Jokowi sebagai gubernur DKI itu sukses. Tapi, kalau kita tilik dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ternyata banyak terjadi kebocoran dana pada program kerja Jokowi tersebut.

BPK mengindikasikan tiga program kerja unggulan Jokowi itu, telah menimbulkan kerugian daerah hingga mencapai Rp25,24 miliar.

Sistem manajemen pemerintah dengan konsep elektronik yang meliputi pembuatan sistem informasi elektronik surat (e-surat), e-dokumen, e-harga, e-budgeting, sistem belanja hibah dan bantuan sosial, e-aset, e-fasos-fasum, dan e-pegawai, ternyata menurut hasil audit BPK, tidak sesuai dengan Ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.

Selain itu, menurut catatan BPK, output dari konsep elektronik itu tidak sesuai dengan kesepakatan sehingga belum dapat dimanfaatkan. Semua itu berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp1,42 miliar.

Sementara untuk program Kartu Jakarta Pintar (KJP), BPK menemukan penyaluran program dana bantuan sosial KJP terindikasi ganda sebanyak 9.006 nama penerima dan terindikasi menimbulkan kerugian daerah sebesar Rp13,34 miliar.

Sedangkan dalam realisasi belanja BOP untuk sekolah negeri senilai Rp1,57 triliun, BPK menemukan ada 11 sekolah memberikan pertanggungjawaban penggunaan BOP tidak nyata dengan indikasi kerugian Rp8,29 miliar.

BPK juga menemukan penyaluran dana hibah BOP untuk swasta masih belum sesuai ketentuan dan tidak efektif senilai Rp6,05 miliar.

Diantaranya, sekolah tidak mengajukan proposal tapi menerima dana BOP, dana BOP tidak dimanfaatkan sekolah, terjadi manipulasi dokumen Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai syarat pengajuan BOP. Semua itu menimbulkan indikasi kerugian daerah senilai Rp2,19 miliar.

Untuk pembangunan Kampung Deret, BPK menemukan sebanyak 1.152 rumah di kampung deret berdiri di atas tanah negara, drainase, dan di atas garis sepadan sungai.

Hasil kerja pengelolaan keuangan yang belum maksimal ini membuat BPK mengeluarkan pendapat 'Wajar Dengan Pengeculian' (WDP) terhadap Laporan Keuangan DKI tahun 2013.

Catatan yang diberikan BPK ini berarti lebih buruk dari tahun 2011. Saat itu (2011), Laporan Keuangan DKI diberi nilai 'Wajar Tanpa Pengecualian' (WTP).

Nah, jika seperti ini kenyataannya, apakah masih bisa disebut kalau Jokowi, yang saat ini menjadi calon presiden, sudah sukses membangun Jakarta? Rasanya, belum. (**)

LINK DOWNLOAD TEMUAN BPK :

http://bit.ly/1lZnZMY

http://bit.ly/1sHJWnx


http://bit.ly/1lrQx0r

Tidak ada komentar: